Pengertian
Harta
bersama adalah harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan diluar hadiah
atau warisan, maksudnya adalah harta yang didapat atas usaha pasangan suami
istri selama masa ikatan perkawinan.
Didalam
Kompilasi Hukum Islam yang berlaku dalam Pengadilan harta bersama disebut
dengan istilah “harta kekayaan dalam perkawinan”. Definisinya terdapat didalam
Pasal 1 huruf f, dimana dijelaskan bahwa harta bersama adalah harta yang
diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama-sama suami isteri selama dalam
ikatan perkawinan. Adanya harta bersama di dalam perkawinan itu tidak menutup
kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami istri”. Di dalam pasal ini
disebutkan adanya harta bersama dalam perkawinan, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami istri.(Pasal 85 KHI). Harta
bersama tersebut dapat berupa benda yang berwujud dan tidak berwujud (Pasal 91
ayat 1). Harta benda yang berwujud dapat meliputi benda yang bergerak dan tidak
bergerak (Pasal 91 ayat 2), sedangan harta bersama yang tidak berwujud dapat
berupa hak dan kewajiban (Pasal 91 ayat 3). Harta bersama dapat dijadikan
sebagai barang jaminan oelh salah satu pihak atas persetujuan pihal lainnya
(Pasal 91 ayat 4)
Menurut
Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 35 ayat (1) disebutkan bahwa
Harta bersama adalah “Harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan”. Jadi,
harta bersama adalah istilah untuk harta benda yang diperoleh dari suami isteri
sebelum minkah, demikian pula mahar bagi isteri, juga warisan, wasiat dan hibah
milik suami atau isteri tidak termasuk harta bersama. Kemudian pada Pasal 36
ayat (1) berbunyi “mengenai harta bersama, suami isteri dapat bertindak atas
persetujuan keduabelah pihak.” Sehingga, suami isteri mempunyai hak yang sama
atas harta bersama. Jadi, segala sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan
harta bersama harus berdasarkan kesepakatan dan persetujuan dari kedua belah
pihak dan suami isteri memiliki tanggungjawab untuk menjaga harta bersama
tersebut. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 34 menjelaskan bahwa
bila perkawinan putus karena perceraian, maka harta bersama diatur menurut hukumnya
masing-masing. Hukumnya masing-masing disini adalah hukum agama, hukum adat, dan
hukum-hukum lainnya.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Pasal 119, menyebutkan bahwa “Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka
menurut hukum terjadi harta bersama antara suami istri, sejauh tentang hal itu
tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta
bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah
dengan suatu persetujuan antara suami istri”
Syarat/ Kapan Terbentuknya Harta
Bersama
1. Harta yang dibeli selama perkawinan
Yang menjadi patokan adalah
apa saja yang dibeli selama perkawinan berlangsung otomatis menjadi harta
bersama. Tidak menjadi soal siapa yang membelinya atau atas nama siapa harta
itu terdaftar, yang penting adalah apabila harta itu dibeli dalam perkawinan
maka dengan sendirinya menurut hukum menjadi objek harta bersama. Lain halnya
jika uang pembelian barang berasal dari harta pribadi suami atau isteri. Jika
uang untuk membeli barang tersebut berasal dari harta pribadi, maka barang yang
dibeli tidak ternasuk objek harta bersama.
2. Harta yang dibeli dan dibangun sesudah
perceraian yang dibiayai dari harta bersama
Yang menjadi patokan
adalah asal-usul uang biaya pembelian atau pembangunan barang yang
bersangkutan. Meskipun barang tersebut dibeli atau dibangun sesudah terjadinya
perceraian, misalnya jika suami isteri selama perkawinan memiliki simpanan yang
sampai pada perceraian belum dibagi-bagikan, kemudia jika salah satu pihak
membeli rumah dengan uang simpanan tersebut, maka rumah tersebut tetap menjadi
harta bersama dan bukan merupakan harta milik isteri atau harta milik suami.
3. Harta yang dapat dibuktikan diperoleh
selama perkawinan
Semua harta yang diperoleh selama
perkawinan dengan sendirinya menjadi harta bersama.
4. Penghasilan harta bersama dan harta
bawaan
Penghasilan yang berasal dari harta
bersama dan dari harta pribadi suami isteri, maka otomatis menjadi objek harta
bersama dan akan menambah jumlah dari harta bersama. Jika dalam perjanjian
perkawinan tidak diatur mengenai hasil yang timbul dari harta pribadi, maka
seluruh hasil yang diperoleh dari harta pribadi suami isteri menjadi objek
harta bersama
5. Segala penghasilan pribadi suami
isteri
Menurut Putusan Mahkamah Agung tanggal 11 Maret 1971 No.
454 K/SIP/1970 menegaskan bahwa segala penghasilan suami isteri baik dari
keuntungan yang diperoleh dari pedagangan masing-masing ataupun hasil peroleh
masing-masing sebagai pegawai jatuh menjadi harta bersama suami isteri. Jadi,
sepanjang mengenai penghasilan pribadi suami isteri, maka tidak terjadi
pemisahan. Penggabungan penghasilan pribadi dengan sendirinya terjadi menurut
hukum, sepanjang suami isteri tidak menentukan lain dalam perjanjian
perkawinan.
Dasar Hukum
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Pasal 119
2. Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun
1974 Pasal 34, Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1)
3. Kompilasi Hukum Islam Pasal 1 huruf f,
Pasal 85, Pasal 91 ayat (1) KHI, Pasal 91 ayat (2), Pasal 91 ayat (3), Pasal 91
ayat (4)
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya, semoga informasi kami bermanfaat