Pengertian
Kata
poligami sendiri berasal dari yunani “polygamie”, yaitu poly berarti banyak dan
gamie berarti laki-laki, jadi arti dari poligami adalah laki-laki yang beristri
lebih dari satu orang wanita dalam satu ikatan perkawinan.
Sehingga, Poligami adalah perkawinan seorang suami
dengan lebih dari seorang istri dalam waktu yang bersamaan. Lawan dari poligami
adalah monogami.
Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan, mengatur bahwa Pengadilan dapat
memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila
dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Dalam
Hukum Islam pengaturan tentang poligami merujuk pada Kompilasi Hukum
Islam (“KHI”). Ketentuan KHI menyangkut poligami tidak jauh berbeda dengan
UU Perkawinan. Hanya saja di dalam KHI dijelaskan antara lain bahwa pria
beristeri lebih dari satu diberikan pembatasan, yaitu seorang pria tidak boleh
beristeri lebih dari 4 (empat) orang. Selain itu, syarat utama seorang pria
untuk mempunyai isteri lebih dari satu adalah pria tersebut harus mampu berlaku
adil terhadap isteri-isterinya dan anak-anaknya (Pasal 55 KHI).
Menurut
KHI, suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapatkan izin
dari Pengadilan Agama. Jika
perkawinan berikutnya dilakukan tanpa izin dari Pengadilan Agama, perkawinan
tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 56 KHI).
Syarat-Syarat
Melakukan Poligami
Adapun
yang menjadi syarat-syarat berpoligami yang ditentukan oleh Undang-Undang dapat
ditemukan dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974. Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, maka si
suami wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya
(Pasal 4 ayat [1] UU Perkawinan). Dalam Pasal 4 ayat (2) UU
Perkawinan dijelaskan lebih lanjut bahwa Pengadilan hanya akan
memberikan izin kepada si suami untuk beristeri lebih dari satu jika:
a. isteri
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri
mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri
tidak dapat melahirkan keturunan.
Selain
hal-hal di atas, si suami dalam mengajukan permohonan untuk beristeri lebih
dari satu orang, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Pasal 5 ayat
[1] UU Perkawinan):
a.
Adanya
persetujuan dari suami/ isteri
b.
Adanya
kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hdup isteri-isteri dan dan
anak-anak mereka
c.
Adanya
jaminan bahwa suami isteri akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan
anak-anak mereka
Sama
seperti dikatakan dalam UU Perkawinan, menurut Pasal 57 KHI,
Pengadilan Agama hanya memberi izin kepada seorang suami yang akan beristri
lebih dari seorang jika:
a. istri
tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri;
b. istri
mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. istri
tidak dapat melahirkan keturunan.
Selain
alasan untuk menikah lagi harus jelas, Kompilasi Hukum Islam juga memberikan
syarat lain untuk memperoleh izin Pengadilan Agama. Syarat-syarat tersebut juga
merujuk pada Pasal 5 UU Perkawinan, yaitu: (Pasal 58 KHI)
a. adanya persetujuan istri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu
menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
Pasal
58 KHI ini juga merujuk pada Pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah
No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan (“PP
9/1975”), yang mengatakan bahwa persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat
diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalipun telah ada
persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan
isteri pada sidang Pengadilan Agama.
Jika
si isteri tidak mau memberikan persetujuan, Pengadilan Agama dapat menetapkan
tentang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan
di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini isteri atau suami
dapat mengajukan banding atau kasasi (Pasal 59 KHI).
Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 mengatur ketentuan-ketentuan pelaksanaan
pemberian izin poligami dalam Pasal 43 yang menyatakan bahwa: ”Apabila
Pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk beristeri lebih
dari seorang, maka Pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk
beristeri lebih dari seorang”.
Instruksi Presiden nomor 1 tahun 1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam memberikan landasan hukum pemberian izin poligami melalui
Pasal 56 ayat (3) yang menyatakan bahwa “Perkawinan yang dilakukan dengan
isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak
mempunyai kekuatan hukum”
Sumber Hukum
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal
3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1), Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 ayat (1), Pasal 5 ayat
(2)
2. Kompilasi Hukum Islam Pasal 55, Pasal
56
3. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
Pasal 43
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya, semoga informasi kami bermanfaat