Argumentasi Kenabian Al Mawardi-Hadirnya seseorang yang membawa ajaran tersebut dari Tuhan dan
menjelaskannya kepada manusia sangat penting, karena tanpanya manusia tidak
akan mengetahui dan tidak memahami ajaran agama tersebut.
Al Farabi berkesimpulan bahwa kemampuan intelektual manusia perlu
untuk dikembangkan dan dididik agar mampu mencapai kesempurnaan. Atas dasar
ini, al Farabi menyatakan perlunya seorang guru yang akan menjelaskan dan
membimbing manusia untuk mengembangkan kemampuan mereka sehingga mereka bisa
mencapai bentuk individu yang sempurna dengan kebaikan yang sebenarnya. Bahkan
al Farabi mengaitkan konsep kenabiannya dengan konsep politik.
Menurut al
Mawardi, nabi adalah sosok sentral bagi manusia sebagai panutan hingga para
penerusnya harus menjadikannya teladan demi menjaga kebaikan manusia itu
sendiri.
Pengertian
Nabi dan Rasul
Al mawardi
mengkategorikan teori kenabian ini dalam kategori ilmu iktisab dengan cara
mengetahuinya melalui pembuktian dan menghadirkan dalil. Teori
kenabian dengan cara istidlal akal ini juga menunjukkan bahwa adanya perbedaan
diantara ulama mengenai perihal kenabian. Karena bila kenabian diketahui dengan
akal secara sadar saja, maka tidak boleh adanya perbedaan
Mengenai arti
dari kata nabi, para ahli bahasa mendefinisikannya dalam beberapa makna. Kata “al
Naby” secara lughawy berasal dari kata-kata “al-naba’” yang berarti
“berita yang berarti dan penting”. Dengan demikian “al-naby” adalah
“orang yang membawa berita penting.” Seseorang disebut “al-naby” karena
membawa berita dari Allah SWT. Selain itu, kata nabi juga diartikan sebagai
sesuatu yang ditinggikan dari bumi, maa irtafa’a min al ardhi. Pemaknaan
ini didasarkan pada jati diri seorang nabi yang merupakan manusia yang paling
tinggi derajatnya dan paling dekat dengan Allah SWT. Sedangkan arti “al-naby”
secara teknis atau terminologis adalah “seseorang yang diberi wahyu oleh Allah
SWT, baik diperintahkan untuk menyampaikan (tabliigh) atau tidak.” Jika
ia diperintahkan untuk menyampaikan kepada yang lain, maka ia disebut “rasuul”.
Al Mawardi
mendefinisikan nabi sebagai seorang utusan Allah yang membawa dan menjelaskan
segala perintah dan larangan-Nya.
Namun manusia
tidak bisa dengan akalnya saja mencapai pengetahuan tersebut. Mereka membutuhkan
guru atau pembimbing yang menjelaskan kepada mereka segala hal tentang
pengetahuan mengenai Allah. Sehingga dengan begitu, akal manusia bisa memahami
hukum-hukum, larangan dan perintah yang telah ditentukan oleh Allah. Sosok guru
dan pembimbing tersebut haruslah manusia yang begitu sempurna sehingga derajat
kemanusiaannya naik hingga ia mendapatkan petunjuk Allah dan menyampaikannya
kepada manusia. Sosok tersebut adalah nabi dan rasul.
Perbedaan nabi
dan rasul,
Pertama, mereka yang mengatakan bahwa nabi dan rasul adalah sama dan tidak
ada perbedaan antara keduanya. Nabi adalah rasul dan rasul adalah nabi. Rasul
adalah mereka yang membawa pesan (ar risaalah) dan nabi diambil dari
kata an nabaa’ yang berarti berita karena mereka membawa kabar tentang
Allah dan mengajak mereka yang dikabari, dan diambil dari kata an nubuwwah
karena ketinggian derajat mereka kepada Allah sehingga mendapatkan wahyu dan
petunjuk dari-Nya. Seperti pendapat al Qodhi ‘Abd al Jabbar, bahwa mengenai
pembedaan nabi dan rasul pada ayat tersebut tidak menunjukkan perbedaan
keduanya dalam jenis. Beliau mendasarkan pendapatnya pada surat al Ahzab ayat
7.
Pendapat kedua
adalah mereka yang membedakan antara nabi dan rasul. Alasannya adalah perbedaan
nama atau istilah menunjukkan perbedaan sesuatu yang dilekatkan kepadanya
istilah atau nama tersebut. Istilah nabi hanya diperuntukkan bagi manusia,
seperti halnya 25 nabi yang dikenal semuanya adalah nabi dan rasul hanya saja
rasul memiliki posisi lebih tinggi daripada nabi. Sedangkan rasul lebih umum
karena mencakup manusia dan malaikat. Seperti yang diketahui bahwa dalam
beberapa ayat, malaikat juga disebut dengan rasul, namun mereka tidak disebut
dengan nabi. Mereka yang mengatakan antara nabi dan rasul berbeda terbagi
kedalam tiga pendapat
Pertama,mereka yang mendapatkan wahyu langsung
dari malaikat sebagai agen penyampai wahyu, sedangkan nabi adalah mereka yang
mendapatkan wahyu melalui mimpi
Kedua, rasul
adalah utusan Allah yang diutus kepada sebuah ummat, sedangkan nabi tidak
diutus kepada sebuah ummat. Ketiga, rasul adalah utusan Allah yang datang
dengan hukum dan syari’at baru, sedangkan nabi adalah sosok utusan Allah yang
tidak datang dengan syari’at baru melainkan hanya menjaga syari’at dari rasul
sebelumnya.
Al Mawardi menegaskan bahwa bila rasul dipahami sebagai seseorang
yang menerima wahyu dari Allah, maka hal tersebut harus dibuktikan.
tiga syarat
yang harus dipenuhi bagi mereka yang mengaku bahwa ia adalah nabi dan rasul:
Pertama: seseorang yang mengaku nabi harus memiliki sifat dan kepribadian
yang menunjang kebenaran kenabiannya.
Kedua: seseorang
yang mengaku nabi harus dapat memunculkan mu’jizat.
Ketiga: keberadaan
mu’jizat harus mengindikaskan keserasian tentang legitimasi kenabian seseorang yang
padanya mu’jizat. mu’jizat merupakan bukti empiris tentang kenabian seseorang.
Alasan adanya nabi
Bila
nabi dan rasul tidak diutus, maka manusia akan kehilangan sosok pembawa berita, berarti
mereka tidak akan mengetahui hukum dan tuntunan hidup mereka. Akhirnya manusia
akan mendefinisikan segala hal menurut pribadinya masing-masing, kehidupan
manusia akan diisi dengan kejahatan dan ketidakteraturan
Nabi adalah bukti kasih sayang Allah kepada
manusia untuk menghindarkan mereka dari kerusakan yang akan memberikan
bimbingan dan pendidikan bagi manusia sehingga manusia bisa berkembang menjadi
pribadi yang sempurna. Maka, posisi
nabi pun memiliki hubungan yang erat dengan kondisi sosial di mana nabi dan
rasul itu diutus.
Al Mawardi memulai pembahasaannya mengenai masyarakat yang ideal
dengan pernyataan yang mirip dengan apa yang pernah disampaikan Plato bahwa
masyarakat dengan tempat mereka tinggal memiliki hubungan saling mempengaruhi
yang sangat erat.
Manusia
sangat membutuhkan kehidupan sosial untuk mendapatkan kebutuhan hidupnya. Manusia telah
diciptakan oleh Allah sebagai mahkluk yang lemah sehingga membutuhkan orang
lain untuk saling menolong di antara mereka, dan juga membutuhkan pertolongan
Allah sehingga mereka mendapatkan anugerah-Nya. Pemikirannya
mengenai manusia yang merupakan makhluk sosial telah beliau tempatkan dalam
kerangkan perspektif Islam. Pemikiran inilah yang kemudian bisa dikatakan bahwa
al Mawardi telah melakukan islamisasi pemikiran secular mengenai manusia.
Akal
merupakan sarana yang penting bagi manusia untuk menjadikannya hamba yang
ta’at. Bila keta’atan kepada Allah adalah hal yang penting dalam membentuk
masyarakat yang ideal, dan keta’atan tersebut hanya bisa didapat melalui ajaran
agama, maka nabi pun penting dalam masyarakat karena nabi dan rasul adalah
sosok yang
menyampaikan
agama. Sehingga bila nabi tidak ada, maka masyarakat yang ideal pun tidak akan
pernah ada.
Para
penentang teori Kenabian
Pertama adalah mereka
yang mengingkari adanya Tuhan. Kelompok ini berkeyakinan bahwa alam ini abadi
dan alam berjalan dengan sendirinya. Maka dengan begitu, bila mereka
mengingkari Tuhan, otomatis mereka pun mengingkari nabi sebagai utusan Tuhan. Kedua,
adalah para Brahmana atau para pendeta. Kelompok ini tidak mengingkari kenabian
secara umum, namun hanya meyakini Adam a.s dan Ibrahim a.s saja sebagai nabi.Ketiga,
adalah para filosof
ilmu ketuhanan bisa dicapai dengan perenungang filosofis dengan
menggunakan kemampuan akal, sehingga manusia dengan potensi akalnya mampu untuk
memahami dengan sendirinya ilmu ke-Tuhan-an tersebut tanpa harus ada nabi atau
rasul.
Akal sudah cukup untuk memahami Tuhan sehingga
secara logis, Allah bisa dengan langsung untuk memberikan hidayahnya kepada
manusia secara langsung sehingga sosok seorang nabi dan rasul tidak diperlukan.
Al Mawardi menjawab bahwa datangnya nabi dan rasul tidak tergantung
oleh akal. Allah dengan sifat-Nya muriidan dan menghendaki segala hal
sesuai dengan keinginan Allah. Maka, diutusnya nabi tidak memerlukan alasan
akal manusia. Akal tidak mampu untuk menerangkan hal-hal yang sifatnya ghaib,
Hal-hal tersebut hanya bisa dipahami dan diketahui dari penjelasan
seseorang yang telah diberikan pengetahuan langsung dari Allah, dan mereka itu
ada nabi. Sehingga nabi pun sangat diperlukan. Beberapa
kalangan menilai bahwa diutusnya nabi adalah sia-sia jika diperuntukkan kepada
orang-orang yang menolaknya.
Al
Mawardi salah dalam dua hal. penolakan masyarakat terhadap diutusnya nabi kepada mereka bukanlah
hal yang sia-sia. Seperti halnya bahwa Allah telah menganugerahkan segala yang
ada di dunia ini sebaga indicator tentang wujud Allah, maka bagi yang tidak
menggunakannya bukanlah hal yang sia-sia bagi Allah.
Alasan lain yang diungkapkan para pengingkar kenabian adalah bahwa
pada kenyataannya, ajaran yang dibawa oleh para rasul bertentangan antara satu
dengan yang lainnya. Ajaran nabi dan rasul terdahulu dihapus dan diganti dengan
yang baru.
Bahwa ajaran yang dibawa oleh para nabi dan rasul terdiri dari dua
macam hal. Ajaran yang tidak boleh berbeda dan sekaligus tidak boleh
diganti-ganti dengan berbagai macam alasan seperti ajaran Tauhid, dan
sifat-sifat Allah. Lainnya adalah ajaran yang menyangkut ibadah praktis, di
mana dalam beberapa hal boleh dirubah atau berbeda. Hal tersebut dikarenakan
perbedaan waktu dan tempat diutusnya nabi dan rasul sehingga membutuhkan
penyesuaian demi sebuah kemasalahatan.
Perbedaan
antara para ahli tidak menyebabkan berkurangnya fungsi akal untuk menjadi
bukti, bahwa pembuktian mengenai kebenaran nabi sangat sulit didapatkan.
Hal tersebut disebabkan karena kenabian merupakan hal yang ghaib, oleh sebab
tersebut seseorang yang mengaku nabi sulit untuk dipercaya kebenarannya.
Mukjizat yang ada pada mereka merupakan hal yang diluar dari kemampuan mereka,
sehingga dengan begitu, sulit untuk dijadikan alasan tentang kenabiannya. Al
Mawardi menjawab, bahwa mukjizat merupakan perbuatan Allah SWT, maka pasti
merupakan hal yang diluar kemampuan para nabi dan rasul. Kemudian, kemampuan
mereka yang diluar kebiasaan tersebut sekaligus merupakan tanda bahwa mereka
merupakan utusan yang diutus oleh Dzat yang memang diluar kemampuan manusia
untuk mencapainya, yaitu Allah SWT.
beberapa dari mereka juga berpendapat bahwa
keluar biasaan mukjizat juga terdapat pada perbuatan para ahli sulap dan sihir
dan juga para ahli api dari Najyat, oleh sebab itu tidak bisa dijadikan alasan
akan kenabian. Al Mawardi
kembali menjawab, bahwa sulap maupun sihir merupakan perbuatan yang sudah
diketahui triknya oleh orang-orang yang memang menguasai ilmu tersebut, dan
juga membodohi orang-orang yang tidak mengetahuinya. Sedangkan mu’jizat adalah
sesuatu yang mampu mengejutkan dan mengagumkan orang-orang yang mahir, ahli dan
orang-orang pintar, yang artinya orang-orang yang ahli pun tidak memiliki
pengetahuan tentang mu’jizat.
5 alasan yang bisa dijadikan jawaban mengenai kebenaran adanya
kenabian. Pertama, bahwa Allah Maha Pengasih kepada hamba-Nya dengan
memberikan pengetahuan kepada mereka kemasalahatan demi kesejahteraan mereka.
Maka kedatangan nabi adalah untuk memberitahu mereka mengenai hal tersebut di
mana akal tidak bisa menjelaskannya. Kedua, bahwa apa yang dibawa nabi
dan rasul mengenai balasan surga bagi yang mengerjakan kebaikan dan neraka bagi
yang mengerjakan keburukan dengan kedatangan nabi dan rasul, manusia bisa mengetahui hal-hal
yang berada di luar kemampuan akal
Keempat, bahwa
ber-Tuhan tidak mungkin tanpa adanya agama, dan agama tidak akan mungkin ada
tanpa hadirnya nabi dan rasul yang menyampaikannya. Kelima, akal mungkin
bisa menangkap beragam konsep dan teori, namun hal tersebut tidak akan sempurna
kecuali disertai keimanan dan ketaatan kepada Allah melalui ajaran yang dibawa
oleh nabi dan rasul. Diutusnya nabi dan rasul kepada manusia membawa ajaran dengan dua
jalan. perintah langsung dari Allah atau dengan melalui utusan malaikat.
Namun ada segolongan orang yang tidak mengakui
dua cara ini. tidak mungkin nabi dan rasul berhubungan langsung dengan Allah
secara jasmani, karena Allah tidak ber-jism. malaikat berasal dari dunia yang
berbeda dengan manusia sehingga tidak memungkinkan berhubungan langsung secara
jasmani.
Ada yang menyatakan bahwa nabi dan rasul diutus dengan ilham dan
bukan dengan wahyu. Al Mawardi kemudia menilai bahwa pendapat ini salah dalam
dua
Pertama, bahwa sarana pengetahuan tentang
tauhid adalah tidak menggunakan ilham, sehingga bila pengetahuan tentang tauhid
melalui ilham itu salah, maka pengetahuan nabi dengan ilham pun lebih salah.
Kedua, ilham adalah sesuatu yang ghoib dan tidak jelas.
Pendapat lain adalah bahwa Allah memiliki rahasia-rahasia dan
ketentuan-ketentuan yang berlainan dengan hukum alam. Maka barangsiapa yang
diberikan Allah hal tersebut, dia berhak untuk mengaku nabi. rahasia-rahasia
dan ketentuan-ketentuan Allah inimustahil untuk diketahui,
seseorang menjadi nabi karena Allah telah memberikannya
keistimewaan akal sehingga ia bisa sampai pada
pengetahuan segala hal. Keistimewaan ini tidak terjadi pada orang lain,
sehingga ia adalah orang istimewa di antara orang-orang lain.
Pertama, pendapat ini berimplikasi untuk membuktikan kebenaran
tentang kenabiannya dengan ilmu yang khusus, namun bila menurut pendapat
sebelumnya bahwa keilmuan tersebut tidak terdapat pada orang lain, maka
mustahil bisa dibuktikan bahwa ia adalah nabi karena untuk membuktikannya orang
lain tidak memiliki keilmuan tersebut. Kedua, bila pembuktian tentang
kenabiannya adalah hal yang mustahil, maka ketika ia menyatakan tentang dirinya
rasul, belum tentu bisa diyakini ia adalah rasul, dan ketika ia menjelaskan
tentang Allah maka ia telah berbohong.
Al Mawardi menggolongkan para pengingkar
kenabian dalam tiga golongan, yaitu para ateis yang tidak meyakini adanya Allah
SWT, kemudian para golongan brahmana atau pendeta yang meyakini bahwa nabi
hanyalah Adam a. s dan juga para filosof