Thursday, June 25, 2020

Konsep Kenabian Al-Mawardi



Argumentasi Kenabian Al Mawardi-Hadirnya seseorang yang membawa ajaran tersebut dari Tuhan dan menjelaskannya kepada manusia sangat penting, karena tanpanya manusia tidak akan mengetahui dan tidak memahami ajaran agama tersebut.

Al Farabi berkesimpulan bahwa kemampuan intelektual manusia perlu untuk dikembangkan dan dididik agar mampu mencapai kesempurnaan. Atas dasar ini, al Farabi menyatakan perlunya seorang guru yang akan menjelaskan dan membimbing manusia untuk mengembangkan kemampuan mereka sehingga mereka bisa mencapai bentuk individu yang sempurna dengan kebaikan yang sebenarnya. Bahkan al Farabi mengaitkan konsep kenabiannya dengan konsep politik.

Menurut al Mawardi, nabi adalah sosok sentral bagi manusia sebagai panutan hingga para penerusnya harus menjadikannya teladan demi menjaga kebaikan manusia itu sendiri.

Pengertian Nabi dan Rasul

Al mawardi mengkategorikan teori kenabian ini dalam kategori ilmu iktisab dengan cara mengetahuinya melalui pembuktian dan menghadirkan dalil. Teori kenabian dengan cara istidlal akal ini juga menunjukkan bahwa adanya perbedaan diantara ulama mengenai perihal kenabian. Karena bila kenabian diketahui dengan akal secara sadar saja, maka tidak boleh adanya perbedaan
Mengenai arti dari kata nabi, para ahli bahasa mendefinisikannya dalam beberapa makna. Kata “al Naby” secara lughawy berasal dari kata-kata “al-naba’” yang berarti “berita yang berarti dan penting”. Dengan demikian “al-naby” adalah “orang yang membawa berita penting.” Seseorang disebut “al-naby” karena membawa berita dari Allah SWT. Selain itu, kata nabi juga diartikan sebagai sesuatu yang ditinggikan dari bumi, maa irtafa’a min al ardhi. Pemaknaan ini didasarkan pada jati diri seorang nabi yang merupakan manusia yang paling tinggi derajatnya dan paling dekat dengan Allah SWT. Sedangkan arti “al-naby” secara teknis atau terminologis adalah “seseorang yang diberi wahyu oleh Allah SWT, baik diperintahkan untuk menyampaikan (tabliigh) atau tidak.” Jika ia diperintahkan untuk menyampaikan kepada yang lain, maka ia disebut “rasuul”.
Al Mawardi mendefinisikan nabi sebagai seorang utusan Allah yang membawa dan menjelaskan segala perintah dan larangan-Nya.
Namun manusia tidak bisa dengan akalnya saja mencapai pengetahuan tersebut. Mereka membutuhkan guru atau pembimbing yang menjelaskan kepada mereka segala hal tentang pengetahuan mengenai Allah. Sehingga dengan begitu, akal manusia bisa memahami hukum-hukum, larangan dan perintah yang telah ditentukan oleh Allah. Sosok guru dan pembimbing tersebut haruslah manusia yang begitu sempurna sehingga derajat kemanusiaannya naik hingga ia mendapatkan petunjuk Allah dan menyampaikannya kepada manusia. Sosok tersebut adalah nabi dan rasul.

Perbedaan nabi dan rasul,

Pertama, mereka yang mengatakan bahwa nabi dan rasul adalah sama dan tidak ada perbedaan antara keduanya. Nabi adalah rasul dan rasul adalah nabi. Rasul adalah mereka yang membawa pesan (ar risaalah) dan nabi diambil dari kata an nabaa’ yang berarti berita karena mereka membawa kabar tentang Allah dan mengajak mereka yang dikabari, dan diambil dari kata an nubuwwah karena ketinggian derajat mereka kepada Allah sehingga mendapatkan wahyu dan petunjuk dari-Nya. Seperti pendapat al Qodhi ‘Abd al Jabbar, bahwa mengenai pembedaan nabi dan rasul pada ayat tersebut tidak menunjukkan perbedaan keduanya dalam jenis. Beliau mendasarkan pendapatnya pada surat al Ahzab ayat 7.
Pendapat kedua adalah mereka yang membedakan antara nabi dan rasul. Alasannya adalah perbedaan nama atau istilah menunjukkan perbedaan sesuatu yang dilekatkan kepadanya istilah atau nama tersebut. Istilah nabi hanya diperuntukkan bagi manusia, seperti halnya 25 nabi yang dikenal semuanya adalah nabi dan rasul hanya saja rasul memiliki posisi lebih tinggi daripada nabi. Sedangkan rasul lebih umum karena mencakup manusia dan malaikat. Seperti yang diketahui bahwa dalam beberapa ayat, malaikat juga disebut dengan rasul, namun mereka tidak disebut dengan nabi. Mereka yang mengatakan antara nabi dan rasul berbeda terbagi kedalam tiga pendapat

Pertama,mereka yang mendapatkan wahyu langsung dari malaikat sebagai agen penyampai wahyu, sedangkan nabi adalah mereka yang mendapatkan wahyu melalui mimpi

Kedua, rasul adalah utusan Allah yang diutus kepada sebuah ummat, sedangkan nabi tidak diutus kepada sebuah ummat. Ketiga, rasul adalah utusan Allah yang datang dengan hukum dan syari’at baru, sedangkan nabi adalah sosok utusan Allah yang tidak datang dengan syari’at baru melainkan hanya menjaga syari’at dari rasul sebelumnya.

Al Mawardi menegaskan bahwa bila rasul dipahami sebagai seseorang yang menerima wahyu dari Allah, maka hal tersebut harus dibuktikan.

tiga syarat yang harus dipenuhi bagi mereka yang mengaku bahwa ia adalah nabi dan rasul:
Pertama: seseorang yang mengaku nabi harus memiliki sifat dan kepribadian yang menunjang kebenaran kenabiannya.
Kedua: seseorang yang mengaku nabi harus dapat memunculkan mu’jizat.

Ketiga: keberadaan mu’jizat harus mengindikaskan keserasian tentang legitimasi kenabian seseorang yang padanya mu’jizat. mu’jizat merupakan bukti empiris tentang kenabian seseorang.

Alasan adanya nabi
Bila nabi dan rasul tidak diutus, maka manusia akan kehilangan sosok pembawa berita, berarti mereka tidak akan mengetahui hukum dan tuntunan hidup mereka. Akhirnya manusia akan mendefinisikan segala hal menurut pribadinya masing-masing, kehidupan manusia akan diisi dengan kejahatan dan ketidakteraturan

Nabi adalah bukti kasih sayang Allah kepada manusia untuk menghindarkan mereka dari kerusakan yang akan memberikan bimbingan dan pendidikan bagi manusia sehingga manusia bisa berkembang menjadi pribadi yang sempurna. Maka, posisi nabi pun memiliki hubungan yang erat dengan kondisi sosial di mana nabi dan rasul itu diutus.

Al Mawardi memulai pembahasaannya mengenai masyarakat yang ideal dengan pernyataan yang mirip dengan apa yang pernah disampaikan Plato bahwa masyarakat dengan tempat mereka tinggal memiliki hubungan saling mempengaruhi yang sangat erat.

Manusia sangat membutuhkan kehidupan sosial untuk mendapatkan kebutuhan hidupnya. Manusia telah diciptakan oleh Allah sebagai mahkluk yang lemah sehingga membutuhkan orang lain untuk saling menolong di antara mereka, dan juga membutuhkan pertolongan Allah sehingga mereka mendapatkan anugerah-Nya. Pemikirannya mengenai manusia yang merupakan makhluk sosial telah beliau tempatkan dalam kerangkan perspektif Islam. Pemikiran inilah yang kemudian bisa dikatakan bahwa al Mawardi telah melakukan islamisasi pemikiran secular mengenai manusia.

Akal merupakan sarana yang penting bagi manusia untuk menjadikannya hamba yang ta’at. Bila keta’atan kepada Allah adalah hal yang penting dalam membentuk masyarakat yang ideal, dan keta’atan tersebut hanya bisa didapat melalui ajaran agama, maka nabi pun penting dalam masyarakat karena nabi dan rasul adalah sosok yang

menyampaikan agama. Sehingga bila nabi tidak ada, maka masyarakat yang ideal pun tidak akan pernah ada.

Para penentang teori Kenabian

Pertama adalah mereka yang mengingkari adanya Tuhan. Kelompok ini berkeyakinan bahwa alam ini abadi dan alam berjalan dengan sendirinya. Maka dengan begitu, bila mereka mengingkari Tuhan, otomatis mereka pun mengingkari nabi sebagai utusan Tuhan. Kedua, adalah para Brahmana atau para pendeta. Kelompok ini tidak mengingkari kenabian secara umum, namun hanya meyakini Adam a.s dan Ibrahim a.s saja sebagai nabi.Ketiga, adalah para filosof

ilmu ketuhanan bisa dicapai dengan perenungang filosofis dengan menggunakan kemampuan akal, sehingga manusia dengan potensi akalnya mampu untuk memahami dengan sendirinya ilmu ke-Tuhan-an tersebut tanpa harus ada nabi atau rasul.

Akal sudah cukup untuk memahami Tuhan sehingga secara logis, Allah bisa dengan langsung untuk memberikan hidayahnya kepada manusia secara langsung sehingga sosok seorang nabi dan rasul tidak diperlukan.

 Al Mawardi menjawab bahwa datangnya nabi dan rasul tidak tergantung oleh akal. Allah dengan sifat-Nya muriidan dan menghendaki segala hal sesuai dengan keinginan Allah. Maka, diutusnya nabi tidak memerlukan alasan akal manusia. Akal tidak mampu untuk menerangkan hal-hal yang sifatnya ghaib,

Hal-hal tersebut hanya bisa dipahami dan diketahui dari penjelasan seseorang yang telah diberikan pengetahuan langsung dari Allah, dan mereka itu ada nabi. Sehingga nabi pun sangat diperlukan. Beberapa kalangan menilai bahwa diutusnya nabi adalah sia-sia jika diperuntukkan kepada orang-orang yang menolaknya.

Al Mawardi salah dalam dua hal. penolakan masyarakat terhadap diutusnya nabi kepada mereka bukanlah hal yang sia-sia. Seperti halnya bahwa Allah telah menganugerahkan segala yang ada di dunia ini sebaga indicator tentang wujud Allah, maka bagi yang tidak menggunakannya bukanlah hal yang sia-sia bagi Allah.

Alasan lain yang diungkapkan para pengingkar kenabian adalah bahwa pada kenyataannya, ajaran yang dibawa oleh para rasul bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Ajaran nabi dan rasul terdahulu dihapus dan diganti dengan yang baru.

Bahwa ajaran yang dibawa oleh para nabi dan rasul terdiri dari dua macam hal. Ajaran yang tidak boleh berbeda dan sekaligus tidak boleh diganti-ganti dengan berbagai macam alasan seperti ajaran Tauhid, dan sifat-sifat Allah. Lainnya adalah ajaran yang menyangkut ibadah praktis, di mana dalam beberapa hal boleh dirubah atau berbeda. Hal tersebut dikarenakan perbedaan waktu dan tempat diutusnya nabi dan rasul sehingga membutuhkan penyesuaian demi sebuah kemasalahatan.

Perbedaan antara para ahli tidak menyebabkan berkurangnya fungsi akal untuk menjadi bukti, bahwa pembuktian mengenai kebenaran nabi sangat sulit didapatkan. Hal tersebut disebabkan karena kenabian merupakan hal yang ghaib, oleh sebab tersebut seseorang yang mengaku nabi sulit untuk dipercaya kebenarannya. Mukjizat yang ada pada mereka merupakan hal yang diluar dari kemampuan mereka, sehingga dengan begitu, sulit untuk dijadikan alasan tentang kenabiannya. Al Mawardi menjawab, bahwa mukjizat merupakan perbuatan Allah SWT, maka pasti merupakan hal yang diluar kemampuan para nabi dan rasul. Kemudian, kemampuan mereka yang diluar kebiasaan tersebut sekaligus merupakan tanda bahwa mereka merupakan utusan yang diutus oleh Dzat yang memang diluar kemampuan manusia untuk mencapainya, yaitu Allah SWT.
beberapa dari mereka juga berpendapat bahwa keluar biasaan mukjizat juga terdapat pada perbuatan para ahli sulap dan sihir dan juga para ahli api dari Najyat, oleh sebab itu tidak bisa dijadikan alasan akan kenabian. Al Mawardi kembali menjawab, bahwa sulap maupun sihir merupakan perbuatan yang sudah diketahui triknya oleh orang-orang yang memang menguasai ilmu tersebut, dan juga membodohi orang-orang yang tidak mengetahuinya. Sedangkan mu’jizat adalah sesuatu yang mampu mengejutkan dan mengagumkan orang-orang yang mahir, ahli dan orang-orang pintar, yang artinya orang-orang yang ahli pun tidak memiliki pengetahuan tentang mu’jizat.

5 alasan yang bisa dijadikan jawaban mengenai kebenaran adanya kenabian. Pertama, bahwa Allah Maha Pengasih kepada hamba-Nya dengan memberikan pengetahuan kepada mereka kemasalahatan demi kesejahteraan mereka. Maka kedatangan nabi adalah untuk memberitahu mereka mengenai hal tersebut di mana akal tidak bisa menjelaskannya. Kedua, bahwa apa yang dibawa nabi dan rasul mengenai balasan surga bagi yang mengerjakan kebaikan dan neraka bagi yang mengerjakan keburukan dengan kedatangan nabi dan rasul, manusia bisa mengetahui hal-hal yang berada di luar kemampuan akal

Keempat, bahwa ber-Tuhan tidak mungkin tanpa adanya agama, dan agama tidak akan mungkin ada tanpa hadirnya nabi dan rasul yang menyampaikannya. Kelima, akal mungkin bisa menangkap beragam konsep dan teori, namun hal tersebut tidak akan sempurna kecuali disertai keimanan dan ketaatan kepada Allah melalui ajaran yang dibawa oleh nabi dan rasul. Diutusnya nabi dan rasul kepada manusia membawa ajaran dengan dua jalan. perintah langsung dari Allah atau dengan melalui utusan malaikat.

Namun ada segolongan orang yang tidak mengakui dua cara ini. tidak mungkin nabi dan rasul berhubungan langsung dengan Allah secara jasmani, karena Allah tidak ber-jism. malaikat berasal dari dunia yang berbeda dengan manusia sehingga tidak memungkinkan berhubungan langsung secara jasmani.

Ada yang menyatakan bahwa nabi dan rasul diutus dengan ilham dan bukan dengan wahyu. Al Mawardi kemudia menilai bahwa pendapat ini salah dalam dua

Pertama, bahwa sarana pengetahuan tentang tauhid adalah tidak menggunakan ilham, sehingga bila pengetahuan tentang tauhid melalui ilham itu salah, maka pengetahuan nabi dengan ilham pun lebih salah. Kedua, ilham adalah sesuatu yang ghoib dan tidak jelas.

Pendapat lain adalah bahwa Allah memiliki rahasia-rahasia dan ketentuan-ketentuan yang berlainan dengan hukum alam. Maka barangsiapa yang diberikan Allah hal tersebut, dia berhak untuk mengaku nabi. rahasia-rahasia dan ketentuan-ketentuan Allah inimustahil untuk diketahui,

seseorang menjadi nabi karena Allah telah memberikannya keistimewaan akal sehingga ia bisa sampai pada pengetahuan segala hal. Keistimewaan ini tidak terjadi pada orang lain, sehingga ia adalah orang istimewa di antara orang-orang lain.

Pertama, pendapat ini berimplikasi untuk membuktikan kebenaran tentang kenabiannya dengan ilmu yang khusus, namun bila menurut pendapat sebelumnya bahwa keilmuan tersebut tidak terdapat pada orang lain, maka mustahil bisa dibuktikan bahwa ia adalah nabi karena untuk membuktikannya orang lain tidak memiliki keilmuan tersebut. Kedua, bila pembuktian tentang kenabiannya adalah hal yang mustahil, maka ketika ia menyatakan tentang dirinya rasul, belum tentu bisa diyakini ia adalah rasul, dan ketika ia menjelaskan tentang Allah maka ia telah berbohong.

Al Mawardi menggolongkan para pengingkar kenabian dalam tiga golongan, yaitu para ateis yang tidak meyakini adanya Allah SWT, kemudian para golongan brahmana atau pendeta yang meyakini bahwa nabi hanyalah Adam a. s dan juga para filosof



No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya, semoga informasi kami bermanfaat

Implementasi Lisensi Wajib TRIPs Agreement dalam Produk Pharmacy di Brazil

  picture: https://www.exyip.com/2021/06/24/how-the-trips-agreement-impacts-global-intellectual-property-policies/ A.     Pendahuluan Perj...