Saat ini
berbelanja secara virtual melalui e commerce meupakan hal yang dianggap lumrah
untuk dilakukan. Bahkan, pada era pandemic ini berbelanja melalui e commerce
merupakan sebuah kebutuhan dan gaya hidup. Berbagai aplikasi dan situs belanja online
menyediakan fitur-fitur yang memberikan kemudahan kepada konsumen untuk
berbelanja hanya dengan cara menyentuh layar smartphone.
Selain itu,
harga yang relative lebih murah juga mendorong konsumen untuk memilih
berbelanja melalui situs online. Berbagai bonus, diskon dan juga cash back membuat
konsumen semakin menggilai belanja di situs maupun aplikasi e commerce.
Electronic
commerse atau e commerce adalah segala aktivitas jual beli yang dilakukan melalui
media elektronik. Pada era sebelumnya, e commerce dilakukan melalui media televisi dan telefon. Sedangkan saat ini, media e commerce paling sering dilakukan
melalui internet.
Berbelanja
melalui ruang virtual rupanya juga memiliki berbagai resiko. Mulai dari ketidak
cocokan barang dengan foto yang ditampilkan, ukuran yang tidak sesuai, barang
cacat, kerusakan yang terjadi akibat pengiriman, barang yang salah alamat, maupun
barang yang justru sama sekali tidak di kirimkan. Berbagai resiko ini lebih
rawan terjadi di ruang virtual karena para pihak yang tidak bertatap muka dan
tidak meihat secara langsung. Sehingga, pihak konsumen yang merasa dirugikan
terkadang tidak tahu langkah apa yang harus dilakukan untuk meminta ganti atas
kerugian yang ia alami.
Indonesia
yang merupakan negara hukum memiliki sebuah lembaga khusus yang menaungi
konsumen yang merasa dirugikan. Lembaga ini adalah Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen atau BPSK. Menurut peraturan yang terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen (UUPK) dan Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, BPSK harus
dibentuk di setiap kota ataupun Kabupaten yang ada di Indonesia. Anggaran yang
digunakan oleh BPSK dibebankan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
Penyelesaian
sengketa di dalam BPSK lebih sederhana dibandingkan dengan pengadilan. Hal ini dilakukan
sebagaimana tujuan awal mula BPSK dibentuk adalah untuk menyelesaikan sengketa
ringan tanpa perlu melalui jalur pengadilan termasuk sengketa dalam jual beli
online. Berikut merupakan alur penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK
Penyelesaian
sengketa konsumen melalui BPSK dapat dilakukan melalui konsiliasi, mediasi dan
juga arbitrase. Sayangnya penyelesaian sengketa di BPSK tidak se sederhana ekspektasi teman-teman.
Untuk melakukan ketiganya, BPSK harus memanggil kedua belah pihak (konsumen dan pemilik usaha). Bayangkan apabila pemilik usaha ada di Batam sedangkan konsumen berada di Papua, sedangkan barang yang dibeli adalah smartphone seharga satu juta. Atau mungkin yang lebih kecil, seperti membeli baju di situs online yang pelaku usahanya ada di Solo sedangkan konsumen berada di Yogyakarta. Bahkan untuk transportasi pun lebih mahal dibandingkan dengan barang yang disengketakan. Apabila terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak pun eksekusi diserahkan kepada pihak Pengadilan. Selain itu, apabila kesepakatan tidak didapatkan maka yang harus dilakukan adalah pengajuan sengketa kepada pengadilan.
Untuk melakukan ketiganya, BPSK harus memanggil kedua belah pihak (konsumen dan pemilik usaha). Bayangkan apabila pemilik usaha ada di Batam sedangkan konsumen berada di Papua, sedangkan barang yang dibeli adalah smartphone seharga satu juta. Atau mungkin yang lebih kecil, seperti membeli baju di situs online yang pelaku usahanya ada di Solo sedangkan konsumen berada di Yogyakarta. Bahkan untuk transportasi pun lebih mahal dibandingkan dengan barang yang disengketakan. Apabila terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak pun eksekusi diserahkan kepada pihak Pengadilan. Selain itu, apabila kesepakatan tidak didapatkan maka yang harus dilakukan adalah pengajuan sengketa kepada pengadilan.
Terlihat
rumit bukan? Oleh karena itu BPSK yang seharusnya bisa menyelesaikan berbagai
sengketa ringan tidak banyak diminati oleh konsumen yang mengalami kerugian. Pasalnya
kerugian yang didapatkan tidak setara dengan kerumitan prosedur penyelesaian
sengketa konsumen di BPSK. Hal ini juga lah yang menyebabkan banyaknya konsumen
yang memilih diam dan tidak mengadukan kerugian yang ia dapatkan.
Beberapa negara
yang menganut system common law juga memiliki sebuah badan penyelesaian
sengketa ringan yang disebut SCC (The Small Claims Court) atau SCT (The Small Claims Tribunal). Namun, berbeda dengan BPSK, SCC dan SCT dibentuk khusus
untuk menyelesaikan sengketa ringan. Dengan anggota dari pensiunan hakim maupun
hakim yang masih bertugas, SCC dan SCT memiliki batas maksimal nominal sengketa
yang dapat diselesaikan oleh majelisnya.
Berbagai
situs E commerce sering kali memberikan wadah penyelesian sengketa yang menjadi
salah satu fitur yang dimiliki. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
kepercayaan konsumen terhadap situs E commerce tersebut sehingga dapat
memberikan rasa aman terhadap konsumen.
Penyelesesaian
sengketa konsumen melalui ruang mediasi E commerce sering kali berakhir dengan
pengembalian barang, pengembalian dana, maupun pengiriman kembali barang yang
tidak sesuai dengan kriteria barang yang dijanjikan. Beberapa E commerce yang
menyediakan fitur ini antara lain adalah Shopee, Tokopedia, dan Lazada.
Untuk
mengetahui system penyelesaian sengketa ketiga E commerce tersebut, writer akan
meyajikan satu per satu pada artikel selanjutnya.
Undang-Undang
Perlindungan Konsumen dapat dilihat dan di download pada link di bawah
Sumber:
www.djkn.kemenkeu.go.id
www.researchget.net
sumber gambar: