Thursday, August 6, 2020

Adakah Wadah yang Tepat Untuk Penyelesaian Sengketa Konsumen E commerce?




Saat ini berbelanja secara virtual melalui e commerce meupakan hal yang dianggap lumrah untuk dilakukan. Bahkan, pada era pandemic ini berbelanja melalui e commerce merupakan sebuah kebutuhan dan gaya hidup. Berbagai aplikasi dan situs belanja online menyediakan fitur-fitur yang memberikan kemudahan kepada konsumen untuk berbelanja hanya dengan cara menyentuh layar smartphone.

Selain itu, harga yang relative lebih murah juga mendorong konsumen untuk memilih berbelanja melalui situs online. Berbagai bonus, diskon dan juga cash back membuat konsumen semakin menggilai belanja di situs maupun aplikasi e commerce.

Electronic commerse atau e commerce adalah segala aktivitas jual beli yang dilakukan melalui media elektronik. Pada era sebelumnya, e commerce dilakukan melalui media televisi dan telefon. Sedangkan saat ini, media e commerce paling sering dilakukan melalui internet.

Berbelanja melalui ruang virtual rupanya juga memiliki berbagai resiko. Mulai dari ketidak cocokan barang dengan foto yang ditampilkan, ukuran yang tidak sesuai, barang cacat, kerusakan yang terjadi akibat pengiriman, barang yang salah alamat, maupun barang yang justru sama sekali tidak di kirimkan. Berbagai resiko ini lebih rawan terjadi di ruang virtual karena para pihak yang tidak bertatap muka dan tidak meihat secara langsung. Sehingga, pihak konsumen yang merasa dirugikan terkadang tidak tahu langkah apa yang harus dilakukan untuk meminta ganti atas kerugian yang ia alami.

Indonesia yang merupakan negara hukum memiliki sebuah lembaga khusus yang menaungi konsumen yang merasa dirugikan. Lembaga ini adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau BPSK. Menurut peraturan yang terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan Kepmenperindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, BPSK harus dibentuk di setiap kota ataupun Kabupaten yang ada di Indonesia. Anggaran yang digunakan oleh BPSK dibebankan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

Penyelesaian sengketa di dalam BPSK lebih sederhana dibandingkan dengan pengadilan. Hal ini dilakukan sebagaimana tujuan awal mula BPSK dibentuk adalah untuk menyelesaikan sengketa ringan tanpa perlu melalui jalur pengadilan termasuk sengketa dalam jual beli online. Berikut merupakan alur penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK




Penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK dapat dilakukan melalui konsiliasi, mediasi dan juga arbitrase. Sayangnya penyelesaian sengketa di BPSK tidak se sederhana ekspektasi teman-teman. 

Untuk melakukan ketiganya, BPSK harus memanggil kedua belah pihak (konsumen dan pemilik usaha). Bayangkan apabila pemilik usaha ada di Batam sedangkan konsumen berada di Papua, sedangkan barang yang dibeli adalah smartphone seharga satu juta. Atau mungkin yang lebih kecil, seperti membeli baju di situs online yang pelaku usahanya ada di Solo sedangkan konsumen berada di Yogyakarta. Bahkan untuk transportasi pun lebih mahal dibandingkan dengan barang yang disengketakan. Apabila terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak pun eksekusi diserahkan kepada pihak Pengadilan. Selain itu, apabila kesepakatan tidak didapatkan maka yang harus dilakukan adalah pengajuan sengketa kepada pengadilan.

Terlihat rumit bukan? Oleh karena itu BPSK yang seharusnya bisa menyelesaikan berbagai sengketa ringan tidak banyak diminati oleh konsumen yang mengalami kerugian. Pasalnya kerugian yang didapatkan tidak setara dengan kerumitan prosedur penyelesaian sengketa konsumen di BPSK. Hal ini juga lah yang menyebabkan banyaknya konsumen yang memilih diam dan tidak mengadukan kerugian yang ia dapatkan.

Beberapa negara yang menganut system common law juga memiliki sebuah badan penyelesaian sengketa ringan yang disebut SCC (The Small Claims Court) atau SCT (The Small Claims Tribunal). Namun, berbeda dengan BPSK, SCC dan SCT dibentuk khusus untuk menyelesaikan sengketa ringan. Dengan anggota dari pensiunan hakim maupun hakim yang masih bertugas, SCC dan SCT memiliki batas maksimal nominal sengketa yang dapat diselesaikan oleh majelisnya.

Berbagai situs E commerce sering kali memberikan wadah penyelesian sengketa yang menjadi salah satu fitur yang dimiliki. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap situs E commerce tersebut sehingga dapat memberikan rasa aman terhadap konsumen.

Penyelesesaian sengketa konsumen melalui ruang mediasi E commerce sering kali berakhir dengan pengembalian barang, pengembalian dana, maupun pengiriman kembali barang yang tidak sesuai dengan kriteria barang yang dijanjikan. Beberapa E commerce yang menyediakan fitur ini antara lain adalah Shopee, Tokopedia, dan Lazada.

Untuk mengetahui system penyelesaian sengketa ketiga E commerce tersebut, writer akan meyajikan satu per satu pada artikel selanjutnya.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat dilihat dan di download pada link di bawah



Sumber:
www.djkn.kemenkeu.go.id
www.researchget.net

sumber gambar:

Implementasi Lisensi Wajib TRIPs Agreement dalam Produk Pharmacy di Brazil

  picture: https://www.exyip.com/2021/06/24/how-the-trips-agreement-impacts-global-intellectual-property-policies/ A.     Pendahuluan Perj...