Pengertian
Pemeliharaan
anak/ Hak asuh (Hadlanah) adalah kegiatan mengasuh, memelihara, dan mendidik anak
hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri. Suami isteri waib memikul ewajiban
untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, pertumbuhan jasmani, rohani,
kecerdasan dan pendidikan agamanya. Kewajiban orangtua itu berlaku sampai anak
itu kawin atau dapat berdriri sendiri dan kewajiban itu terus berlaku meskipun
perkawinan kepada orang tua putus. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri/
dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tidak cacat fisik/ mental dan belum
kawin.
Mengenai
kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya, Anda dapat menilik bunyi Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”):
- Kedua
orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
- Kewajiban
orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu
kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang
tua putus.
Mengacu pada Pasal 45
ayat (2) UU Perkawinan diatas mengindikasikan bahwa kasih sayang orang tua
terhadap anak tidak boleh diputus ataupun dihalang-halangi. Adanya penguasaan
anak secara formil oleh salah satu pihak pada hakikatnya untuk mengakhiri
sengketa perebutan anak. Apabila sengketa itu tidak diputus di pengadilan, akan
menjadi berlarut-larut, sehingga dampaknya anak menjadi korban, walaupun harus
diakui juga bahwa banyak sekali yang tidak mempersoalkan hak asuh anak setelah
proses perceraian karena keduanya sepakat mengasuh dan mendidik anak
bersama-sama.
Pasal 41 huruf a Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perceraian tidak menghapus
kewajiban ayah dan ibu untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya. Dalam pasal
terebut juga dikatakan bahwa jika ada perselisihan mengenai penguasaan
anak-anak, pengadilan yang akan memberi keputusan. Hal ini berarti mengenai hak
asuh anak, jika tidak ditemui sepakat antara suami dan isteri maa diselesaikan
melalui jalur pengadilan.
Sebagai gambaran mengenai pembagian
hak asuh, jika melihat dari Hukum Islam, kita dapat merujuk pada Kompilasi Hukum Islam (“KHI”). Pada Pasal 105 KHI,
dalam hal terjadi perceraian, pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau
belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya, sedangkan pemeliharaan anak yang
sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara
ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaan.
Namun, didalam Pasal 156 huruf c KHI menyebutkan
bahwa seorang ibu bisa kehilangan hak asuh terhadap anaknya sekalipun si anak
masih berusia di bawah 12 tahun:
apabila pemegang hadhanah
ternyata tidak dapat menjamin
keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah
telah dicukupi, maka atas
permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang
mempunyai hak hadhanah pula.
Sehingga berdasarkan ketentuan itu, si
ayah bisa mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama terkait pemindahan hak asuh
anak (hadhanah) yang tentunya disertai dengan alasan-alasan yang kuat untuk
mendukung terkabulnya permohonan peralihan hak asuh anak tersebut.
Syarat-Syarat
Menjalankan Hadlanah
1. Balig
2. Berakal
3. Mampu merawat
4. Akhlak terpercaya : tiada hadlanah
bagi orang yang tidak bisa merawat dan membina akhlak anak, seperti orang
fasik, pemabuk, pezina, atau perbuatan haram lainnya.
5. Islam (dibahas tersendiri)
6. Merdeka
Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal
41 huruf a, dan Pasal 45
2. Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 105
dan Pasal 156
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya, semoga informasi kami bermanfaat