Thursday, February 25, 2021

Penguasaan Anak

 Pengertian

            Pemeliharaan anak/ Hak asuh (Hadlanah) adalah kegiatan mengasuh, memelihara, dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri. Suami isteri waib memikul ewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, pertumbuhan jasmani, rohani, kecerdasan dan pendidikan agamanya. Kewajiban orangtua itu berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdriri sendiri dan kewajiban itu terus berlaku meskipun perkawinan kepada orang tua putus. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri/ dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tidak cacat fisik/ mental dan belum kawin.

Mengenai kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya, Anda dapat menilik bunyi Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”):

  1. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
  2. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.

Mengacu pada Pasal 45 ayat (2) UU Perkawinan diatas mengindikasikan bahwa kasih sayang orang tua terhadap anak tidak boleh diputus ataupun dihalang-halangi. Adanya penguasaan anak secara formil oleh salah satu pihak pada hakikatnya untuk mengakhiri sengketa perebutan anak. Apabila sengketa itu tidak diputus di pengadilan, akan menjadi berlarut-larut, sehingga dampaknya anak menjadi korban, walaupun harus diakui juga bahwa banyak sekali yang tidak mempersoalkan hak asuh anak setelah proses perceraian karena keduanya sepakat mengasuh dan mendidik anak bersama-sama.

Pasal 41 huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perceraian tidak menghapus kewajiban ayah dan ibu untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya. Dalam pasal terebut juga dikatakan bahwa jika ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan yang akan memberi keputusan. Hal ini berarti mengenai hak asuh anak, jika tidak ditemui sepakat antara suami dan isteri maa diselesaikan melalui jalur pengadilan.

Sebagai gambaran mengenai pembagian hak asuh, jika melihat dari Hukum Islam, kita dapat merujuk pada Kompilasi Hukum Islam (“KHI”). Pada Pasal 105 KHI, dalam hal terjadi perceraian, pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya, sedangkan pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaan.

Namun, didalam  Pasal 156 huruf c KHI menyebutkan bahwa seorang ibu bisa kehilangan hak asuh terhadap anaknya sekalipun si anak masih berusia di bawah 12 tahun:

apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula.

Sehingga berdasarkan ketentuan itu, si ayah bisa mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama terkait pemindahan hak asuh anak (hadhanah) yang tentunya disertai dengan alasan-alasan yang kuat untuk mendukung terkabulnya permohonan peralihan hak asuh anak tersebut.

 

Syarat-Syarat Menjalankan Hadlanah

1.    Balig

2.    Berakal

3.    Mampu merawat

4.    Akhlak terpercaya : tiada hadlanah bagi orang yang tidak bisa merawat dan membina akhlak anak, seperti orang fasik, pemabuk, pezina, atau perbuatan haram lainnya.

5.    Islam (dibahas tersendiri)

6.    Merdeka

 

 

Dasar Hukum

1.    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 41 huruf a, dan Pasal 45

2.    Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 105 dan Pasal 156

No comments:

Post a Comment

Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya, semoga informasi kami bermanfaat

Implementasi Lisensi Wajib TRIPs Agreement dalam Produk Pharmacy di Brazil

  picture: https://www.exyip.com/2021/06/24/how-the-trips-agreement-impacts-global-intellectual-property-policies/ A.     Pendahuluan Perj...